Kepuasan Pelanggan/Customer Satisfaction

Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah pelanggan tersebut memperoleh dan menggunakannya. Kotler dan Keller (2007) menjelaskan bahwa kepuasan berhubungan dengan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja produk yang dirasakan terhadap kinerja yang diharapkan. Jika kinerja produk tidak sesuai dengan harapan, maka akan terjadi ketidakpuasan. Tetapi ketika suatu produk memiliki kinerja sekurang-kurangnya sama atau melebihi harapan pelanggan, maka akan tercipta kepuasan.

Meskipun banyak teori yang berkembang tentang kepuasan, namun hanya terdapat dua definisi kunci tentang kepuasan yaitu kepuasan transaksi spesifik dan kepuasan akumulatif. Kepuasan transaksi spesifik dilihat dalam jangka pendek, sebagai evaluasi pasca pembelian pada pertemuan atau pelayanan tertentu (Anderson et. al., 1994). Ini merupakan konsep yang paling banyak digunakan dalam kepuasan dan menjadi dasar paradigma disconfirmation. Secara umum kepuasan ini dilihat dari aspek produk. Aspek lainnya meliputi kepuasan terhadap pengalaman konsumsi, keputusan pembelian, seorang penjual, dan toko. Berbeda dengan kepuasan akumulatif yang menggambarkan evaluasi jangka panjang yang merupakan ringkasan pengalaman pelanggan bersama perusahaan (Anderson et al., 1994; Anderson and Sullivan, 1993). Ini berarti bahwa kepuasan secara keseluruhan dipandang sebagai fungsi dari kepuasan dengan beberapa pengalaman atau pertemuan dengan perusahaan.

Lovelock, Peppard, dan Rowland (Tjiptono, 1997) memaparkan bahwa terdapat beberapa faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk manufaktur, antara lain meliputi :
1. Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari produk ini (core product) yang dibeli.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan, berhubungan dengan umur teknis dan umur ekonomis.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi; serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik produk, model atau desain yang artistik, warna, dan sebagainya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadap kualitas.

Salah satu tujuan penting program kepuasan pelanggan adalah untuk meningkatkan customer retention (Fornell, 1992). Umumnya, kepuasan pelanggan yang tinggi dapat mengindikasikan adanya peningkatan retensi bagi pelanggan yang sudah ada. Ini berarti lebih banyak pelanggan akan membeli ulang di masa yang akan datang (Anderson dan Sullivan, 1993; Fornell, 1992). Kepuasan dipandang sebagai kunci untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan membangunan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Investasi dalam kepuasan pelanggan seperti mengambil sebuah polis asuransi. Jika kesulitan menimpa perusahaan, pelanggan akan lebih mungkin untuk tetap setia (Anderson dan Sullivan 1993). Fornell (1992) juga menyatakan bahwa tujuan dasar perusahaan adalah untuk mengelola dan meningkatkan kepuasan pelanggan dalam rangka meningkatkan retensi pelanggan. Sebuah penelitian di industri telekomunikasi menemukan bahwa dari peningkatan kepuasan pelanggan sebesar 10% dapat diprediksi akan terjadi peningkatan tingat retensi konsumen sebesar 2% dan peningkatan bunga pendapatan sebesar 3%. Dalam hal ini para peneliti berkesimpulan bahwa kepuasan konsumen menjadi indikator utama dari retensi pelanggan, pendapatan, dan peningkaan pendapatan perusahaan (Buttle, 2004).

Meskipun demikian, hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan sekarang diakui lebih kompleks daripada sebelumnya (Garbarino dan Johnson,1999). Meskipun banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan berkaitan dengan niat pembelian ulang dan loyalitas, kepuasan saja tidak menjamin pelanggan akan loyal karena pelanggan biasanya memiliki kebebasan dalam memilih pemasok lain. Perusahaan dapat terjebak jika menganggap bahwa kepuasan pelanggan merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi customer retention. Kepuasan pelanggan dan retensi pelanggan tidak selalu berpengaruh satu sama lain. Hal ini dimungkinkan karena ada beberapa pelangggan yang tetap setia tanpa pelanggan tersebut merasa puas, misal jika hanya terdapat sedikit alternatif provider, dan ada pula pelanggan yang merasa sangat puas namun tidak setia, karena banyaknya alternatif provider yang tersedia. Jadi, kepuasan saja tidak cukup dalam menciptakan kesetiaan pelanggan. Hal ini juga berhubungan dengan keadaan atau struktur pasar serta faktor-faktor lain yang berpengaruh.